rangkaian melati yang melingkar melambangkan bersatunya para perempuan indonesia untuk memperjuangkan demokrasi Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 45.
" yang harus diperjuangkan ialah melawan ingatan lupa " karena kita mudah melupakan mereka yang sering ingkar janji pada rakyatnya sendiri, Ketua Ir Elisa Lambung
Wkl Ketua Hj Magdalena SE Emilia SE Winney Pramatun Samuda SH
Sekretaris Ida Ayu SE, Imelda Amd
Anita SE Yenikawaty SE , Bendahara Yanti Nurjanah SE Wkl Bendahara Paula Yosephine SE,Yeselin SE Wkl Bendahara, Mona Kristien Carolina SH
Bidang Kesehatan Tuti Wahyudi,Nouvi Maulidawaty Amd, Neneng
Bidang Pendidikan dan Latihan
Trisa Anggraini S Hut,Imaniar Rachim Amd, Susiu Susanti, Bidang Bidang Kesenian Kristina Joyoatmojo Leiden Spi Tri Sophia.Erna Ok Usep
Bidang Pemuda dan Olah raga Nana Marini, Eria Sagitary,Milna Tulis SE
Bidang Keorganisasian dan Keanggotaan
Vina Panduwinata, Unika Theresia, sinarni.Bidang Hukum.Ika Priscilla Diany SH.Neni SH. Normiaty
Bidang Humas.Tuah hang Yati.Hana Kristianti Bidang Sumberdaya Manusia
Yanti Wulandari. Aprillia Wulandari
Normiaty. Bidang Kerohanian.Yuliasih Elizabeth,Bidang Media dan Publikasi
Yeni Meidasari. Evy Susantie
Srikandi Demokrasi Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat dibawah naungan Yayasan Srikandi Sesuai dengan AKTA NO 15/11 Desember 2003 AKTANO 45/26 Agustus 2004 NPWP 02.314: 312.6017.000 SK Mentri Hukun dan Ham RI NO C-837.HT.01.02 TH 2004
SEKRETARIAT
LATAR BELAKANG
Demokrasi mensyaratkan keadilan dan nilai nilai hak asasi manusia, termasuk hak asasi perempuan
adalah sebuah kenyataan bahwa masih banyak perempuan Indonesia yang mengalami peminggiran peran , baik secara ekonomi, sosial dan politik,ketidak setaraan gender telah berakibat posisi perempuan termajinalkan,
dalam kondisi demikian maka sekelompok perempuan, yang berasal dari berbagai macam profesi merasa terpanggil untuk melakukan program aksi yang mendukung upaya pemberdayaan dan peningkatan partisipasi perempuan.
Sekalipun kami memahami bahwa menghadapi arus globalisasi maka perempuan Indonesia akan menghadapi tantangan yang kompleks, perlu upaya maksimal untuk bersatu dan bersama sama memainkan peran secara aktif membangun organisasi, perempuan yang terbuka, nasionalis pluralis, berbasis kerakyatan
Oleh karena itu Maka Srikandi Demokrasi Indonesia (SDI) sebagai sebuah organisasi yang kami harapkan dapat menjadi sarana untuk melaksanakan program program nyata yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan. Dalam bingkai Pancasila dan UUD 45
Srikandi demokrasi Indonesia dideklarasikan di Jakarta pada hari selasa tanggal 8 maret 2005 bertepatan dengan hari perempuan sedunia
VISI MISI
VISI Terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dalam kehidupan yang berkeadilan sosial, pluralis, damai, sejahtera, dan toleran dengan menjunjung nilai nilai hak asasi manusia
MISI Melibatkan organisasi politik untuk aktif berperan serta dalam mendorong dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Indonesia sebagai sebuah pengabdian terhadap nilai yang terkandung dalam spirit Nasionalisme pluralis, membangun dan menguatkan masyarakat sipil yang mengedepankan nilai demokrasi dan hak asasi manusi
PROGRAM KERJA, KEANGGOTAAN, SUMBERDANA
PROGRAM KERJA Advokasi kebijakan Pemerintah Pendidikan Politik bagi perempuan Pemberdayaan ekonomi perempuan Kerja kerja Sosial
KEANGGOTAAN -Terbuka bagi semua Perempuan yang memiliki cita cita dan kepedulian yang sama memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan -Bersifat sukarela dan sosial, tidak membatasi usia, pekerjaan dan status sosial - Bersedia aktif sesuai dengan penugasan dan kemampuan
SUMBER DANA Berasal dari iuran sukarela dan wajib dari anggota, serta sumbangan individu Dan lembaga yang tidak mengika
STATEMEN BERSAMA HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL TH 2005
Kami yang tergabung dalam ”GERAKAN TOLAK PEMISKINAN PEREMPUAN” menuntut kepada pemerintahan SBY-Kalla dan seluruh anggota DPR RI dan juga kepada Bappenas sebagai lembaga yang melakukan kontrak kerja sama dengan IMF, World Bank, ADB untuk bertanggung jawab atas pemiskinan terhadap perempuan Indonesia secara Ekonomi, Politik dan Budaya. Untuk itu Kami menyatakan:
1. Menolak substansi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dan mendesak pemerintah menyikapi kontroversi tentang RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini dengan mencermati kontradiksi mendasar pada substansi RUU ini terhadap keseluruhan tatanan kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia.
2. Maksimalkan sosialisasi dan pelaksanaan UU PKDRT
3. Hapuskan Undang-Undang dan Perda-Perda yang mendiskriminasikan Perempuan
4. Hapuskan Hutang Luar Negeri yang makin memiskinkan perempuan
5. Berikan subsidi untuk kesejahteraan perempuan
6. Tolak kenaikan Tarif Dasar Listrik yang akan menyengsarakan perempuan
7. Tolak revisi UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 yang tidak adil terhadap perempuan pekerja
8. Anggaran pendidikan dan kesehatan yang tinggi untuk perempuan 9. Tanah, pangan dan sarana produksi bagi perempuan Petani
10. Selesaikan konflik di Papua, Poso (dll) yang telah menjadikan perempuan sebagai korban kejahatan seksual/militerisme dan penuhi hak-hak perempuan korban pelanggaran HAM. Jakarta 8 Maret 2006
GERAKAN TOLAK PEMISKINAN PEREMPUAN APKP, Arus Pelangi, Aindev, APAB, Bara Merdeka, Bina Desa, BOR, Bupera, DEMOS, LMND, FMN, Komnas Perempuan, HIKMAHBUDHI, KontraS, KASBI, KAP, Kapal Perempuan, KAU, GMNI-UKI, GPSP, GANDI, Hamas-Unas, Institut Perempuan, INFID, IGJ, Koalisi Perempuan Indonesia, Kalyanamitra, Komunitas Ibu Ciliwung Merdeka, Keppak Perempuan Indonesia, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, LSPP, Mitra ImaDei, MGP, Pokja Perempuan Mahardika, PMII, PSHK, Pelangi Perempuan, Perwati-PGI, PRD, Rahayu Movement, REPDEM, Rahima, SBMI, SBTPI, SEKAR, Srikandi Demokrasi Indonesia, SPOI, SPM, Seroja-Ciputat, SP Jabotabek, Yayasan Jurnal Perempuan, Yayasan Kesehatan Perempuan, YAPPIKA, UPC, WALHI.
STATEMEN "HARI BURUH NASIONAL" 01 MEI
PERNYATAAN SIKAP SRIKANDI DEMOKRASI INDONESIA TERHADAP PERSOALAN BURUH Satu Mei 2007.
Di belahan dunia manapun, kaum buruh turun ke jalan-jalan, memperingati Hari Buruh Sedunia. Berbagai tuntutan digaungkan dan serukan dalam orasi-orasi, spanduk, poster dan selebaran. Semua dilakukan dengan keyakinan bahwa bila buruh bersatu, menunjukkan kekuatannya di hadapan penguasa dan pemilik modal, maka segala tuntutan normatif (upah layak, jaminan kesehatan dll) dan tuntutan politik (hak berorganisasi dll) akan didengar dan dipenuhi. Namun faktanya, setelah ribuan buruh tumpah ruah di jalan-jalan, setelah buruh kembali bekerja di pabrik-pabrik, hak mereka belum juga dipenuhi oleh negara. Alih-alih mendengarkan tuntutan buruh, pemerintah justru semakin tidak peduli dan sewenang-wenang.
Berbagai undang-undang dibuat, tetapi tidak untuk melindungi buruh dari eksploitasi para pengusaha. Dalam setiap pembuatan undang-undang, suara pemilik modal justru didengar oleh pemerintah. Sebaliknya, undang-undang digagas, dibahas dan disahkan tanpa mendengarkan suara buruh. Akibatnya buruh semakin terpinggirkan. Setiap saat, mereka terancam dikeluarkan tanpa pesangon, karena mereka hanya menjadi buruh kontrak. Setelah UU No. 13 Tahun 2003 disahkan, persoalan yang dihadapi oleh buruh di dalam pabrik menjadi semakin banyak dan kompleks.
Belum selesai, buruh memperjuangkan hak-haknya. Lagi-lagi, pemerintah menyusun sebuah undang-undang yang sangat menguntungkan pemilik modal (asing). Melalui UU Penanaman Modal, partai politik (kecuali PDI Perjuangan) tanpa memikirkan nasib rakyat, tanpa memikirkan kedaulatan bangsa, serta merta melakukan jual-beli atas negeri ini. Tanpa disadari oleh rakyat, kita tak lagi tinggal di negeri sendiri, karena orang asing memiliki hak yang sama menggunakan dan memiliki tanah di negeri kita. Akibatnya, dapat kita bayangkan, jumlah pengangguran semakin banyak, buruh-buruh di PHK kerena tidak bisa bersaing dengan tenaga asing. Harga-harga semakin mahal, perdagangan kaum perempuan dan anak-anak semakin tinggi. Pada akhirnya kita menjadi kuli di negeri sendiri!
Saatnya kita menguatkan diri (untuk semakin kuat), karena kita berhadapan dengan pemerintah yang tak mau mendengarkan suara rakyatnya. Karena kita memiliki pemerintah yang terus menebar pesona di tengah panjangnya antrian BBM/sembako. Dengan berorganisasi, buruh perempuan memiliki wadah memperjuangkan hak-haknya. Dengan berorganisasi, para ibu di kampung-kampung dapat menuntut pemerintah untuk menyediakan BBM dan sembako murah. Perjuangan kaum buruh telah memberi contoh kepada kita, bahwa perjuangan tak mengenal kata henti, bahwa perjuangan harus terus dilakukan…!
DIAM TERTINDAS! ATAU BANGKIT MELAWAN... !!!
BERKIBAR BENDERAKU
STATEMEN HARI PEREMPUAN SEDUNIA 08.03.07 SOLIDARITAS PEREMPUAN MISKIN
Perempuan Miskin, Tanggung Jawab Pemerintah!
Bila ratusan bahkan ribuan perempuan berbaris panjang, antri dengan sabar yang dipaksakan, demi sekantong plastik berisi beras, mie instan, gula, dan singkong………., artinya kemiskinan sudah terlalu akut! Artinya, mereka tak lagi sanggup membeli beras yang kian hari kian mahal. Tak terbeli, dengan sepuluh ribu rupiah atau duapuluh ribu rupiah yang didapat dari kerja keras seharian setelah badan terlalu letih mendorong gerobak, mengobrak-abrik tong-tong sampah dengan harap menemukan barang yang layak dijual. Para ibu ini juga harus dipusingkan dengan perut lapar anak-anak (dan juga suami) mereka. Setiap saat, para ibu was-was, takut ada anggota keluarga jatuh sakit. Karena di negeri ini, sakit bagi orang miskin berarti semakin tercampaknya harga diri sebagai manusia. Obat tak terbeli, dokter yang pilih kasih, suster yang tak berwajah ramah.
Di tengah kemiskinan, para ibu tetap berharap anak-anak yang dilahirkan juga dapat menikmati sekolah, seperti janji para politisi yang kerap ditonton di layar TV dibilik kusam rumah yang seringkali tak layak disebut rumah. Pendidikan adalah hak setiap anak. Pemerintah akan menyediakan sekolah berkualitas dengan buku-buku gratis, demikian janji manis pemerintah. Nyatanya, anak-anak kurus usia sekolah, bermandi keringat mengejar bis kota untuk menjual suara tak merdu mereka, berharap penumpang berbelas kasih. Bertaruh nyawa di lampu-lampu merah, mengetok jendela mobil, menanti serupiah, dua rupiah……..! Semua dilakukan demi perut dan kehidupan!
Seratus Tujuh Juta Tujuh Puluh Delapan Ribu penduduk hidup dalam kemiskinan. Seharusnya Presiden SBY, mengingat semua janji pemilu yang diucapkan dihadapkan ratusan juta rakyat. Seharusnya Pak Presiden tak hanya menebar pesona, karena perut lapar tak bisa disogok dengan senyum dan janji, karena sekolah dan rumah tak bisa dibayar dengan pesona (apalagi pesona palsu dan menipu!). Nyatanya, bencana alam silih berganti dalam hitungan menit selama tiga tahun terakhir. Nyatanya, setiap menit ibu melahirkan meninggal karena kekurangan gizi ( 20 ribu ibu meninggal setiap tahun ). Jutaan bayi menderita gizi buruk (Thn 2005, 5 juta anak). Perempuan dan anak diperdagangkan, yang menghantarkan ratusan ribu perempuan setiap bulan, setiap minggu, setiap hari dan setiap menit menjual tubuh dan tenaganya (selama bulan April 2006, terdapat 1.022 kasus, 100 ribu anak menjadi pelacur). Saatnya perempuan melakukan protes dan menggugat Pemerintah SBY-Kalla agar bertanggung jawab terhadap pemiskinan perempuan. Beras murah, BBM murah, sekolah gratis, kesehatan gratis, rumah layak dan aman dari bencana adalah hak dari seluruh rakyat.
Perempuan Butuh Pemimpin yang Peduli dan Berpihak pada Rakyat Miskin! Srikandi Demokrasi Indonesia (SDI) E-mail: sridem@yahoo.com,
STATEMEN ” 9 TAHUN REFORMASI ”
” 9 tahun REFORMASI ” Perempuan Masih Dipinggirkan Secara Ekonomi dan Politik’
Perempuan yang tersubaltren, demikian Gayatri Spivak (feminis dari India) menjelaskan posisi perempuan yang termarjinalkan yang berada di negara berkembang. Bagi kalangan feminis, apa yang diucapkan Spivak, mewakili kompleksitas persoalan ketidakadilan gender. Pun diIndonesia, setelah 9 tahun reformasi, tidak berlebihan bila kita menilai, cita-cita reformasi tidak dapat diwujudkan. Pemerintah yang makin represif dengan mensahkan peraturan daerah yang meminggirkan perempuan dari wilayah publik. Pakaian, cara bertutur, dan waktu beraktivitas perempuan diatur. Beberapa persoalan ini membenarkan teori Spivak, bahwa perjuangan perempuan tidak didengar oleh masyarakat dan juga oleh Negara.
Dua tahun terakhir, antrian panjang para Ibu yang menunggu jatah minyak, mie, bahkan singkong menjadi pemandangan yang memiriskan hati terjadi di jantung kota, berapa ratus meter dari Cendana, dan Istana Merdeka. Tidak hanya secara ekonomi perempuan dikorbankan, secara politik pun kemanusiaan perempuan dipermainkan oleh negara. Sudah 9 tahun, Ibu-ibu korban perlanggaran HAM berjuang mencari keadilan. Anak-anak mereka, suami-suami mereka dihilangkan dan pemerintah juga tak bergeming. Sebaliknya, pemerintah sibuk merombak pasal-pasal dalam UUD 1945, dan semua dilakukan semata demi kepentingan kelompok/partai tertentu. Diperkirakan negara menghabiskan 1 trilyun hanya untuk proyek mercusuar. Ini menjadi ’hadiah’ reformasi bagi kaum Ibu.
Lalu dimana letak ketidakberesan kita termasuk gerakan perempuan ketika reformasi tidak menghasilkan perubahan yang signifikan bagi rakyat? Ya, reformasi tidak berhasil diusung seperti yang diimpikan jutaan rakyat pada tahun 1998. Pertanyaannya adalah apa yang telah disumbangkan oleh organisasi/NGO perempuan dalam menjaga dan mewujudkan mimpi perubahan? Rasanya menjadi tidak berlebihan, bila dalam foto-foto yang dipamerkan dalam Peringatan 9 Tahun Reformasi ini, hanya sedikit bercerita tentang keterlibatan perempuan. Walau kita tidak menafikan bahwa perempuan memiliki sejarahnya sendiri. Tetapi, gerakan perempuan perlu berbesar hati mengakui bahwa pada beberapa hal, perjuangan perempuan masih eksklusif.
Akan tetapi, beberapa kelemahan kerja organisasi perempuan bukanlah menjadi pembenaran bagi gerakan pro-dem pada umumnya untuk mengecilkan dan meminggirkan keterlibatan perempuan dalam setiap gerak politik. Saatnya kita membuka ruang selebar-lebarnya untuk mulai berinteraksi secara terus-menerus dalam menjalankan program politik bersama. Karena reformasi tidak hanya untuk diperingatkan secara simbolik, melainkan untuk dinyatakan dan dibumikan.
Jakarta, 9 Mei 2007 Nuraini S.fil Wakil Sekjen Srikandi Demokrasi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar